Kamis, 12 Mei 2011

12 CARA MEMBANGUN SIKAP “BERPIKIR POSITIF”

Pernahkah kamu menghadapi situasi dimana harus memutuskan atau menentukan pilihan, tapi diri kamu dipenuhi keragu – raguan karena berbagai pertimbangan tentang “bisakah aku?” “jangan – jangan”………….”, “Kalau……lalu bagaimana ?” Sementara sahabatmu dengan penuh percaya diri memberimu semangat dengan jawaban “ah……….itu sih gampang”,…….Siapa takut?”
Kamu dan sahabatmu punya perbedaan yang sangat berpengaruh dalam menentukan keberhasilan, yaitu cara melihat sesuatu bisa dari sisi positif, bisa juga dari sisi negative, atau yang kita kenal “Negative and Positive Thinking”.
Berpikir Positip ternyata memberikan peluang seseorang untuk menjadi seorang pemimpin. Oleh karenanya “berpikir Positip” merupakan materi penting yang diberikan dalam training CEO (Chief Executive Officer) di dunia manager. Bahkan keberhasilan Miss Universe Th. 2005 ternyata sangat ditentukan oleh prinsip hidupnya yang selalu berpikir positip. Ini terbukti dari pengakuannya pada saat juri bertanya : “Apa yang anda anggap paling penting dalam hidup kamu ? dengan penuh keyakinan dia menjawab : Saya selalu belajar dan mencoba untuk berpikir positif. Dengan berpikir positif akan memberikan dampak cukup kuat pada Kedamaian Dunia. Dan ternyata jawaban itulah yang membuatnya terpilih menjadi Miss Universe Th. 2005.
Sangat berarti untuk membangun sikap dan perilaku positif. Ada 12 Tips cara untuk membangun sikap menjadi lebih Positif, antara lain :
1. kamu bisa memilih bersikap Optimis.
Orang yang pesimis itu focus kepada yang negative (seperti memandang segelas air sebagai setengah kosong/air yang sudah tak ada). Sedangkan yang optimis focus memandang yang positif (seperti memandang segelas air sebagai setengah penuh) Siapakan yang lebih baik cara pandangnya? Siapakah yang lebih mungkin bahagia, lebih yakin dan lebih pasti?
2. Kamu bisa memilih menerima segalanya apa adanya
Ini tidaklah berarti bahwa kamu menjadi tak semangat dan menyerah. Artinya kamu tidak bergumul, merengek, dan memebenturkan kepalamu ke tembok ketika segalanya tidak beres. Sebenarnya perilaku yang menjadikan kamu korban yang tiada berdaya (yang memakanmu itulah yang menambah beban atas semangatmu). “Terimalah segalanya apa adanya, bukan seperti yang kamu angankan saat ini. Masa lalu sudah lewat, masa depan masih misteri dan saat inilah karunia, itulah sebabnya saat ini disebut “present = hadiah”. Oleh karenanya saat ini pergunakanlah sebaik – sebaiknya.
3. Kamu bisa memilih cepat pulih
Mengembangkan sikap – sikap positif tidaklah berarti bahwa kamu tidak akan pernah mengalami kepedihan, penderitaan, atau kekecewaan. Selain itu, mengembangkan sikap – sikap positip tidaklah berarti kamu seharusnya mengabaikan masalah. Masalahpun selalu mempunyai sisi sebaliknya. Kalau kamu gagal dalam ujian, belajarlah lebih giat lagi atau cari pembimbing. Kalau kamu kehilangan teman, perbaikilah persahabatan tersebut, atau mencari teman baru. Kalau kamu tidak suka penampilanmu, kembangkanlah kepribadian kamu yang fantastis.
4. Kamu bisa memilih cerita
Mulailah dengan menolak hal – hal yang suram, sungginglah senyum. Kalau kamu melontarkan kata – kata yang positif, prmikiran – pemikiran yang positif, dan perasaan – perasaan yang positif, maka orang – orang (serta hal – hal) yang positif akan tertarik kepadamu.
5. Kamu bisa memilih bersikap antusias.
Sambutlah setiap harinya dengan semangat. Laksanakanlah tugas – tugasmu dengan penuh semangat. Semakin kamu bersemangat, maka semakin orang – orang disekelilingmu punmerasa dan bersikap demikian, “Semangatlah…..!”
6. Kamu bisa memilih lebih peka.
Kalau kamu lebih peka terhadap masalah – masalah potensial, maka kamu bisa lebih siap menghadapinya dan bahkan mengelak. Kamu juga bisa peka terhadap pengalaman – pengalaman positif. Misal, bila kamu dengar pengumuman tentang uji coba tim atau klub baru, maka catatlah waktu dan tempatnya dan berencanalah mengikutinya, kamu akan memperoleh sesuatu hal yang baru.
7. kamu bisa memilih humor.
Kalau kamu melakukan sesuatu yang konyol (semua orangpun pernah) jangan melewatkan peluang untuk menertawakan diri sendiri. Itulah salah Satu sukacita besar kehidupan. Kalau kamu banyak tertawa, kamu akan sehat. Tawa itu mengeluarkan kimiawi tertentu dalam tubuhmu yang merangsangmu dan dapat memebantumu bertumbuh dengan sehat. Humor dan tertawa itu sehat.
8. Kamu bisa memilih sportif
Sportif artinya menerima kekalahan dengan positif sambil tersenyum, menjabat tangan sang pemenang, tidak menyalajkan orang lain taua keadaan atas kekalahan itu. Sikap ini bisa memenangkan teman seandainyapun kamu tidak memenangkan pertandingan atau kompetisinya. “Sportif” berarti pula tidak perlu mengejek yang kalah ketika kamu menang.
9. Kamu bisa memilih rendah hati
Kalau kamu benar benar berkepentingan terhadap sesame, mereka akan melihat kualitas baikmu seandainyapun kamu tidak mengiklankannya. Mereka tidak akan merasa bahwa kamu berusaha memanipulasi mereka, berbuatlah untuk sesama karena Tuhanmu
10. Kamu bisa memilih bersyukur
Renungkanlah : Mungkin banyak sekali yang bisa kamu syukuri. Rasa syukur membuatmu tersenyum. Itu membuatmu senang dengan kehidupanmu. Dan orang lain pun senang di dekatmu. Bersyukur bisa memberikan ketenangan bagi dirimu.
11. kamu bisa memilih beriman
Bagi sementara orang, ini berarti percaya kepada Allah Yang Maha Kuasa atau kuas yang lebih tinggi lainnya. Beriman artinya percaya bahwa segalanya akan beres bagimu dan bahwa kamu bisa membereskan segalanya sendiri. Kalau kamu perkirakan akan gagal, mungkin mencapai sasaranmu.
12. Kamu bisa memilih berpengharapan
Pengharapan mungkin merupakan sikap positifmu yang terpenting dasar bagi segala sikap poritif lainnya. Apakah yang kamu harapkan? Apa sajakah impianmu?Apa sajakah ambisimu? Maksudmu dalam kehidupan ini? Kalau kamu mau mempertimbangkan pertanyaan – pertanyaan tersebut kamu sudah menjadi individu yang berpengharapan. “Pengharapan adalah sesuatu yang bersayap – Yang hingga pada Jiwa – Dan bersenandung tanpa kata – Dan tidak pernah berhenti – sama sekali.
“Semoga harapanmu tercapai dan mulialah dari hari ini”

EQ, Emotional Intelegensi atau Kecerdasan Emosi buat Muslimah

Kecerdasan Emosi sebenarnya bukan suatu bahasan yang asing dalam Islam. Dalam telaah Alquran dan kehidupan Rasulullaah saw. tercantum bagaimana seorang muslim atau muslimah harus bersikap dalam menjalani hidup atau dalam mengelola emosinya.

Kecerdasan Emosi sebenarnya bukan suatu bahasan yang asing dalam Islam. Dalam telaah Alquran dan kehidupan Rasulullaah saw. tercantum bagaimana seorang muslim atau muslimah harus bersikap dalam menjalani hidup atau dalam mengelola emosinya.

Menurut Definisi yang dilontarkan oleh dua orang ahli, dalam bukunya mengenai EQ dan IQA1995, Daniel Goldman, Kecerdasan Emosi adalah:

1. Kemampuan untuk bisa mengenali emosi diri sendiri.
2. Mengelola dan Mengekspresikan Emosi Diri dengan Tepat.
3. Memotivasi Diri Sendiri
4. Mengenali Emosi Orang lain
5. Membina Hubunga

Sebelumnya sudah banyak kita ketahui penelitian tentang kecerdasan inteletual (IQ). Kecerdasan Intelektual bias diukur, ditunjuk dengan score2 tertentu, apakah tinggi, sedang, jenius, di atas rata2 atau dibawah rata2. Jelas bahwa kecerdasan intelektual yang tinggi berbicara tentang kemampuan minat intelektual yang dapat kita ramalkan. 

Sedangkan kecerdasan emosi (EQ) yang tinggi; berbicara mengenai tidak mudah takut atau gelisah, mudah bergaul dan jenaka, mampu melibatkan diri dengan orang lain atau dengan permasalahan, tanggung jawab dan simpatik, erat dalam hubungan sosial.

Tidak bisa dipisahkan antara emosi dan rasio, semua bisa berjalan beriringan, ada hubungan intergratif antara IQ da EQ, terutama dalam masalah motivasi/ketekunan. 

Seringkali pada anak2, IQ superior, harusnya prestasi tinggi, ttp pd kenyataannya IQ tinggi tapi prestasi tdk optimal. Harusnya IQ tinggi prestasi juga optimal. 
Disinilah EQ berperan. Untuk itu ada suatu kesimpulan bahwa IQ tidak bisa meramalkan kesuksesan seseorang, bahkan EQ lebih bias berperan dlm menentukan kesuksesan 

Ada lagi yang lebih tinggi pembahasannya yaitu kecerdasan spiritual. Posisinya jauh di atas kecerdasan emosi. Kecerdasan spiritual berbicara tentang ikhlas, ihsan ketika kita beraktivitas sehari-hari.


Kembali ke Kecerdasan Emosi, definisi kecerdasan emosi:

1. Mengenali Emosi Diri Sendiri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan syarat utama untuk memahami 4 point lainnya. 

Mengenali emosi diri berarti mewaspadai terhadap suasana hati kita atau terhadap pikiran tentang suasana hati kita sendiri, artinya harus memosisikan diri kita sebagai pengontrol emosi, bukan kita yang dikontrol emosi. Diri kita ada di atas aliran emosi, bukan berada di dalam aliran emosi, sehingga tidak membuat kita terhanyut.

Emosi sudah bisa berkembang sejak anak berusia 2 tahun. Hal yang bisa kita lakukan sebagai ummahat dalam rangka melatih kecerdasan emosi pada anak adalah dengan mulai meningkatkan perbincangan mengenai emosi pada anak, mencoba memperkenalkan emosi yang ada pada anak, atau yang sedang dirasakan anak. Sering-seringlah sejak dini melatih anak untuk bisa mengenali emosinya sendiri, karena hal ini akan berhubungan dengan melatih rangkaian emosi berikutnya.

Jadi kita tidak hanya mengajarkan pada kecerdasan akademis saja (IQ), tapi juga mengenali emosi untuk bisa mengatasi gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup nantinya. Kecerdasan intelektual tidak menjamin seseorang bisa bahaga, atau sukses, apabila tidak bisa mengenali emosi dirinya sendiri. 
Banyak contoh anak-anak yang tertutupi kecerdasan intelektualnya karena kecerdasan emosinya tidak bagus.

Begitupun pada orang dewasa, misalnya konflik dengan pasangan, atau anak-anak sedang berulah, atau dengan sesame teman akhwat dalam organisai Misalnya besok ada ujian, kalau tidak bisa memenej emosi dengan baik, hal-hal tersebut di atas, besar kemungkinan akan mempengaruhi ujian kita. 

Kalau kita tidak waspada, akan masuk ke aliran emosi kita, dan kita bias terhanyut, sehingga hasilnya tidak akan seoptimal apabila EQ kita sedang baik. 


2. Mengelola dan Mengekspresikan Emosi.
Ketika kita mampu mengelola dan mengekspresikan emosi, maka keuntungannya kita akan mampu lebih cepat menguasai perasaan, dan kembali membangkitkan kehidupan emosi yang normal. 

Contoh ketika orang yang kita cintai dipanggil Allah Swt, reaksi orang akan bereda-beda. Akan berbeda orang yang bisa menguasai emosi dengan orang yang terhanyut, walaupun sama-sama cerdas. Orang yang cepat menguasai perasaan, akan cepat pula bangkit dalam perasaan yang normal. Hal ini akan lebih baik, karena bias kembali dalam menjalani kehidupannya. Berbeda dengan orang yang tidak bisa menguasai emosinya.

3. Memotivasi Diri Sendiri
Diharapkan dapat memotivasi diri sendiri untuk dapat bekerja mencapai tujuan. Dalam suatu penelitian pada anak-anak, mereka yang mampu mengendalikan diri, atau bersabar untuk mencapai hasil yang lebih besar, terdapat korelasi dengan kesuksesan anak-anak tersebut di masa depan. Tidak mudah hancur, tidak mudah mengeluh, lebih rapih, lebih bahagia, lebih bisa berhubungan dengan orang lain, dan sebagainya. Dalam hal pekerjaan pun lebih berprestasi, dan lebih cakap.

4. Mengenali Emosi orang lain.
Ketika kita bias mengenali emosi diri sendiri, insyaAllah kita akan bisa juga mengenali emosi orang lain. Bisa berempati, bias merasakan apa yang orang lain rasakan tanpa harus terhanyut. Ini merupakan hal mendasar dan cukup penting, ketika kita ingin membangun kehidupan bersosial, bertetangga atau berorganisasi. Juga dalam hubungan suami-istri.. 
Emosi jarang terungkap dalam bentuk verbal. Jarang kita lihat orang yang sedang marah bisa mengatakan bahwa saya lagi marah atau lagi senang. Biasanya akan lebih mudah terlihat dari bahasa non-verbal yang mencakup sekitar hampir 90%. Bahasa non-verbal ini juga lebih bisa dipercaya. Ketika kita bisa mengenali emosi orang lain , merupakan modal kita untuk bisa hangat dengan orang lain, lebih peka, dan lebih bias menyesuaikan diri. 

5. Membina Hubungan dengan Orang Lain.
Jika keempat point di atas sudahbisa dilaksanakan dengan baik, akan lebih mudah untuk point yang terakhir ini yaitu membina hubungan dengan orang lain. Dalam hal ini point terpenting adalah mengajarkan prinsip-prinsip pada anak kita. Jangan takut untuk berbeda, berbeda itu tidak selamanya buruk. Jangan selalu berkorban/mengalah untuk kepentingan orang lain. Saat besar nanti, jangan mengorbankan prinsip kita hanya untuk menyenangkan orang lain. Misalnya ikut-ikutan merokok, minum-minum, dan lain sebagainya. Ajarkanlah pada anak tentang kejujuran. Utamakan ketulusan, kejujuran pada perasaan diri sendiri, dan pentingnya menghadirkan prinsip menjadi diri sendiri.


INTELEGENSI DAN EMOSI

Intelegensi dan keberhasilan dalam pendidikan adalah dua hal yang saling keterkaitan. Di mana biasanya individu yang memiliki intelegensi yang tinggi dia akan memiliki prestasi yang membanggakan di kelasnya, dan dengan prestasi yang dimilikinya ia akan lebih mudah meraih keberhasilan.
Namun perlu ditekankan bahwa intelegensi itu bukanlah IQ di mana kita sering salah tafsirkan. Sebenarnya intelegensi itu menurut “Claparde dan Stern” adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi dan kondisi baru. Berbagai macam tes telah dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui tingkat intelegensi seseorang. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat intelegensi seseorang. Oleh karena itu banyak hal atau faktor yang harus kita perhatikan supaya intelegensi yang kita miliki bisa meningkat.
Emosi sangat memegang peranan penting dalam kehidupan individu, Ia akan memberi warna kepada kepribadian, aktivitas serta penampilannya dan juga akan mempengaruhi kesejahteraan dan kesehatan mentalnya
Disamping itu emosi juga mengambil peran penting dalam menentukan sikap individu yang lansung berhubungan dengan suasana hati yang muncul akibat perbedaan emosi dan dipengaruhi fakor internal dan eksternal. Sehingga timbul berbagai macam emosi seperti, gembira, marah, sedih, iri hati, dll.
Respon tubuh terhadap timbulnya emosi yang berlebihan akan mengakibatkan perubahan tubuh secara fisiologis, sperti denyut jantung menjadi cepat, muka memerah, peredaran darah menjadi cepat, bulu roma berdiri dll. Dan bagaimanakh kita dapat memelihara dan memenej emosi.
Meskipun semua orang tahu apa yang dimaksud dengan intelegensi atau kecerdasan, namun sukar sekali untuk mendefinisikan hal ini secara tepat. Banyak sekali definisi yang diajukan para sarjana, namun satu sama lain berbeda, sehingga tidak dapat memperjelas persoalan.
Banyak pakar psikologi yang memeberikan definisi Intelegensi.Claparedese danStern memberikan definisi intelegensi adalah penyesuaian diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru. K. Bluher mendefinisikan intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian. Sedangkan menurut David Wechsler,Intelegensi adalah kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
Dari definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan yang menjelaskan ciri-ciri dari intelegensi:
  1. Intelegensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rsional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulakan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berfikir rasional itu.
  2. Intelegensi tecermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul daripadanya.
Dalanm psikologi, pengukuran intelegensi dilakukan dengan menggunakan alat-alat psikodiagnostik atau yang dikenal dengan istilah Psikotest. Hasil pengukuran intelegensi biasanya dinyatakan dalam satuan ukuran tertentu yang dapat menyataakan tinggi rendahnya intelegensi yang diukur, yaitu IQ (Intellegence Quotioent).
Secara umum kita dapat mengatakan bahwa intelegensi tidak hanya merupakan suatu kemampuan untuk memecahkan berbagai persolan dalam bentuk simbol-simbol(seperti dalam matematika), tetapi jauh lebih luas menyangkut kapasitas untuk belajar kemampuan untuk menggunakan pengalaman dalam memecahkan berbagai persoalan, serta kemampuan untuk mencari berbagai alternatif.
Contoh perbuatan yang menyangkut intelegensi: Jika seseorang mengamati taman bunga, ini adalah persepsi. Tetapi kalau ia mengamati bunga-bunga yang sejenis atau mulai menghitung, manganalisa, membandingkan dari berbagai macam bunga yang ada dalam taman tersebut, maka perbuatanya sudah merupakan perbuatan yang berintelegensi.
  1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
a. Pengaruh faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi ( + 0,50 ), orang yang kembar ( + 0,90 ) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya ( + 0,10 – + 0,20 ).
b. Pengaruh faktor lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka).
c. Stabilitas intelegensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari intelegensi). Stabilitas inyelegensi tergantung perkembangan organik otak.
d. Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.
e. Pengaruh faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
f. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
g. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk menentukan intelegensi atau tidaknya seorang individu, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelegensi seseorang.
  1. Intelegensi dan IQ
IQ adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan IQ (Intelegence Quotient) yang hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Atau dengan kata lain, IQ menunjukkan ukuran atau taraf kemampuan intelegensi /kecerdasan seseorang yang ditentukan berdasarkan hasil test intelegensi. Sedangkan intelegensi adalah merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu. Sehingga istilah intelegensi tidak dapat disamakan artinya dengan
Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental Age atau MA) dengan umur kronolog (Chronological Age atau CA), skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar penghitungan IQ.
.
MA = Adalah kemampuan lebih yang dimliki individu pada saat itu
CA = Adalah yang seharusnya dimiliki oleh individu pada saat itu
Namun kemudian timbul permasalahan karena MA akan mengalami stograsi dan penurunan pada waktu itu, tetapi CA terus bertambah. Masalah ini kemudian diatasi dengan membandingkan skor seseorang dengan skor orang lain dalam kelompok umur yang sama. Cara ini disebut “perhitungan IQ berdasarkan norma dalam kelompok (Within Group Normal) dan hasilnya adalah IQ penyimpangan atau deviation IQ.
Dengan cara perhitungan seperti ini, maka oramg yang IQ sama dengan rata-rata kelompok akan memeperoleh nilai 100. nilai yang lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai rata-rata kelompok akan menentukan posisi IQ orang tersebut dalam kelompok umurnya.
3. Pengukuran Inteligensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
4. Inteligensi, Bakat dan Kreativitas
Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebutBakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakatatau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE).Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilfordmenjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.
A. Pengertian Emosi
Kata “emosi” diturunkan dari kata bahasa Perancisemotion. Emosi adalah pengalaman yang bersifat subjektif, atau dialami berdasarkan sudut pandang individu. Emosi berhubungan dengan konsep psikologi lain seperti suasana hatitemperamen,kepribadian, dan disposisi.
Al-Ghazali mendefinisikan emosi merupakan kumpulan perasaan yang ada dalam hati manusia. Jadi emosi identik dengan perasan. Perasaan gembira, sedih, takut, benci, cinta dan amarah merupakan bentuk emosi. Firman Allah yang berhubungan dengan perasaan dan emosi.
Arti : Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. 32:16)
Namun ada pendapat lain yang mendefinisikan emosi adalah reaksi yang kompleks yang mengandung aktivitas dengan derajat yang tinggi dan adanya perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan yang kuat.
Menurut Syamsu Yusuf emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu: emosi sensoris dan emosi psikis. Emosi sensoris yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar. Emosi psikis yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, seperti : (1) perasaan intelektual, yang berhubungan dengan ruang lingkup kebenaran; (2) perasaan sosial, yaitu perasaan yang terkait dengan hubungan dengan orang lain, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok; (3) perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan buruk atau etika (moral); (4) perasaan keindahan, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keindahan akan sesuatu, baik yang bersifat kebendaan maupun kerohanian; dan (5) perasaan ke-Tuhan-an, sebagai fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (Homo Divinas) dan makhluk beragama (Homo Religious).
1. Sebab-Sebab Perbedaan Emosi
Terjadinya perbedaan emosi dikarenakan oleh :
a. Emosi itu sangat dalam, misalnya antara yang sangat marah dengan yang takut, mengakibatkan aktifitas badan yang sangat tinggi.
b. Seseorang dapat memahami dan mengahayati emosi dengan berbagai cara, misalnya, perbedaan individu jika marah, mungkin dia gemetar mungkin memaki-maki dan mungkin lari.
c. Istilah yang diletakan pada ‘emosi’ yang didasarkan pada sifat rangsang bukan pada keadaan, misalnya takut adalah emosi yang timbul terhadap suatu bahaya, marah adalah emosi yang timbul terhadap suatu yang menjengkelkan .
d. Emosi subyektif dan intropeksi sukar dikenali karena akan dipengaruhi oleh lingkungan.
2. Macam-Macam Emosi
• Takut: Emosi ini cenderung atau sering disebabkan oleh situasi sosial tertentu, biasanya kondisi ketakutan pada suatu obyek yang nyata. Misalnya, takut berada di tempat yang gelap atau sepi.
• Khawatir: Khawatir ini merupakan bentuk ketakutan, tetapi lebih bersifat imajiner atau khayalan. Dalam pikiran dan keyakinan kita diyakini konkret keberadaannya. Kekhawatiran muncul kalau intensitas ketakutan meningkat. Misalnya, khawatir kalau kita tidak berhasil melakukan sesuatu atau tidak lulus ujian.
• Marah: Marah bersifat sosial dan biasanya terjadi jika mendapat perlakukan tidak adil atau tidak menyenangkan dalam interaksi sosial. Marah membuat kita menjadi tertekan. Saat kita marah denyut jantung kita bertambah cepat dan tekanan darah naik. Napas pun tersengal dan pendek, otot menegang.
• Sebal: Sebal terjadi kalau kita merasa terganggu, tetapi tidak sampai menimbulkan kemarahan dan cenderung tidak menimbulkan tekanan bagi kita. Sebal akan muncul berkaitan dengan hubungan antarpribadi, misalnya kita sebal melihat tingkah teman atau si pacar yang enggak perhatian.
• Frustrasi: Frustrasi merupakan keadaan saat individu mengalami hambatan-hambatan dalam pemenuhan kebutuhannnya, terutama bila hambatan tersebut muncul dari dirinya sendiri. Konsekuensi frustrasi dapat menimbulkan perasaan rendah diri. Kita dianggap mampu memberikan respons positif terhadap rasa frustrasi kalau mampu memahami sumber-sumber frustrasi dengan logis. Namun, reaksi yang negatif juga dapat muncul dalam bentuk agresi fisik dan verbal, pengalihan kemarahan pada obyek lain serta penghindaran terhadap sumber persoalan atau realitas hidupnya.
• Cemburu: Cemburu adalah suatu keadaan ketakutan yang diliputi kemarahan. Perasaan ini muncul didasarkan perasaan tidak aman dan takut status atau posisi kita yang sangat berarti bagi diri kita akan digantikan oleh orang lain. Yang paling sering kita alami adalah cemburu kalau melihat cowok atau cewek kita dekat sama orang lain atau sahabat kita mulai dekat dengan teman lain.
• Iri Hati: Emosi ini ditunjukkan pada orang tertentu atau benda yang dimiliki orang lain. Hal ini bisa menjadi hal yang berat bagi kita karena berkaitan dengan materi yang juga menunjukkan status sosial. Misalnya, kita iri karena melihat si A lebih cantik, kaya, populer daripada kita.
• Dukacita: Dukacita merupakan perasaan galau atau depresi yang tidak terlalu berat, tetapi mengganggu individu. Keadaan ini terjadi bila kehilangan sesuatu atau seseorang yang sangat berarti buat kita. Kalau dialami dalam waktu yang panjang dan berlebihan akan menyebabkan kerusakan fisik dan psikis yang cukup serius hingga depresi.
• Afeksi atau Sayang: Afeksi adalah keadaan emosi yang menyenangkan dan obyeknya lebih luas, memiliki intensitas yang tidak terlalau kuat (tidak sekuat cinta), dan berkaitan dengan rasa ingin dimiliki dan dicintai.
• Bahagia: Perasaan ini dihayati secara berbeda-beda oleh setiap individu. Bahagia muncul karena remaja mampu menyesuaikan diri dengan baik pada suatu situasi, sukses dan memperoleh keberhasilan yang lebih baik dari orang lain atau berasal dari terlepasnya energi emosional dari situasi yang menimbulkan kegelisahan dirinya.
3. Perubahn Tubuh Pada Saat Terjadi Emosi
Terpesona : Reaksi elektris pada kulit.
Marah : Peredaran darah bertambah cepat.
Terkejut Denyut jantung bertambah cepat.
Kecewa : Bernafas panjang
Cemas : Air liur mengering
Takut : Berdiri bulu roma
Tegang : Terganggu pencernaan, otot tegang dan bergetar.
4. Memelihara Emosi
Emosi sangat memegang peranan penting dalam kehidupan individu, akan memberi warna kepada kepribadian, aktivitas serta penampilannya dan juga akan mempengaruhi kesejahteraan dan kesehatan mentalnya. Agar kesejahteraan dan kesehatan mental ini tetap terjaga, maka individu perlu melakukan beberapa usaha untuk memelihara emosi-emosinya yang konstruktif. Dengan merujuk pada pemikiran James C. Coleman (Nana Syaodih Sukmadinata, 2005), di bawah ini dikemukakan beberapa cara untuk memelihara emosi yang konstruktif.
  1. Bangkitkan rasa humor. Yang dimaksud rasa humor disini adalah rasa senang, rasa gembira, rasa optimisme. Seseorang yang memiliki rasa humor tidak akan mudah putus asa, ia akan bisa tertawa meskipun sedang menghadapi kesulitan.
  2. Peliharalah selalu emosi-emosi yang positif, jauhkanlah emosi negatif. Dengan selalu mengusahakan munculnya emosi positif, maka sedikit sekali kemungkinan individu akan mengalami emosi negatif. Kalaupun ia menghayati emosi negatif, tetapi diusahakan yang intensitasnya rendah, sehingga masih bernilai positif.
  3. Senatiasa berorientasi kepada kenyataan. Kehidupan individu memiliki titik tolak dan sasaran yang akan dicapai. Agar tidak bersifat negatif, sebaiknya individu selalu bertolak dari kenyataan, apa yang dimiliki dan bisa dikerjakan, dan ditujukan kepada pencapaian sesuatu tujuan yang nyata juga.
  4. Kurangi dan hilangkan emosi yang negatif. Apabila individu telah terlanjur menghadapi emosi yang negatif, segeralah berupaya untuk mengurangi dan menghilangkan emosi-emosi tersebut. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui: pemahaman akan apa yang menimbulkan emosi tersebut, pengembangan pola-pola tindakan atau respons emosional, mengadakan pencurahan perasaan, dan pengikisan akan emosi-emosi yang kuat.
B. Kesimpulan
1. Intelegensi adalah faktor total, berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya seperti ingatan, fantasi, perasaan, perhatian, minat dan sebagainya juga berpengaruh terhadapa intelegensi seseorang. Intelegensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru serta perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian.
2. Ciri-ciri intelegensi yaitu : merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional, tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang tombul daripadanya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi: pengaruh faktor bawaan, pengaruh faktor lingkungan, stabilitas intelegensi dan IQ, pengaruh faktor kematangan, pengaruh faktor pembentukan, minat dan pembawaan yang khas, kebebasan.
4. Emosi memiliki jenis yang berbeda-beda. Emosi terdiri dari sedih, takut, jijik, dan terkejut. Ragam emosi tidak memiliki acuan yang sama dan memiliki gradasi yang berbeda. Emosi bukanlah marah, melainkan marah adalah bagian dari emosi. Emosi berkembang karena motif dan gejolak perasaan. Emosi memiliki hubungan yang mempengaruhi terhadap kebiasaan.
5. Emosi yang muncul disertai reaksi fisiologis yang dapat dikenali, misalnya detak jantung meningkat cepat, tangan gemetar, ingin kabur, dan sebagainya. Ekspresi emosional berdasarkan pada mekanisme genetika, artinya, semua orang memiliki kemiripan dalam mengekspresikan emosi.
6. Emosi hakikatnya adalah salah satu bentuk dari komunikasi seseorang. Kala seseorang emosi, artinya dia sedang berupaya menyampaikan pesan kepada orang lain. Bentuk penyampaiannya berbeda-beda, bergantung pada lingkungan dan kondisisosialbudayayangmembentuknya